Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Khawatir Akan Hari Esok?

Gambar
Apakah Anda  selalu dirundung  kekhawatiran akan hari esok?Kekhawatiran, kecemasan, ketakutan akan hari yang akan datang sering tak terhindarkan dalam hidup kita. Bahkan, sepertinya hal itu sudah menjadi bagian dalam peziarahan hidup kita. Namun, apakah hal itu menghambat peziarahan kita? Apakah itu membuat kita terhenti dan tidak melanjutkan perjalanan? Jika jawabannya "IYA" maka berhati-hatilah! Ketika kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan membuat langkah peziarahan hidup Anda terhenti alias putus asa berarti itu sudah melewati batas kewajaran! Berkaitan dengan hal itu, Yesus dalam kotbahNya dibukit, mau menyadarkan kita. Yesus mengatakan, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai....Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah

Harta Surgawi

Gambar
Mau pilih mana, harta dunia atau harta surgawi? Saya yakin semua memilih dua-duanya! Ya,, kita membutuhkan harta dunia sekaligus kita juga sangat mengharapkan harta surgawi. Nah, sekarang tergantung memanagenya! Jika salah memanage maka hasil pun tidak akan memuaskan. Allah menghendaki setiap orang untuk hidup dan berkembang dalam dunia. Allah menghendaki agar kita bekerja demi kelangsungan hidup. Dan semuanya itu mesti dilakukan dalam kerangka karya Tuhan. Dilakukan dalam campur tangan Tuhan. Sebab, ketika kita bekerja hanya mengandalkan diri sendiri, mengejar ambisi-ambisi pribadi, maka hasilnya hanya akan berorientasi pada hal duniawi belaka. Kita akan terjebak pada kerakusan, ketamakan, dan keserakahan! Kita akan menjadi penindas dan sangat tidak solider kepada orang lain. Orientasi hidup kita hanya kemegahan harta dunia saja! Oleh karena itu, segala sesuatu yang kita lakukan harus selalu melibatkan Tuhan. Kita memohon campur tangan Tuhan. Sehingga harta dunia yang

Mengasihi dan Mengampuni

Gambar
Bagaimana rasanya jika Anda disakiti oleh sesama? Bagaimana rasanya jika sesamamu melakukan pembunuhan karakter dengan menebar fitnah dan celaan terhadap dirimu? Apa yang hendak Anda lakukan? Saya yakin dalam situasi itu hati kita terasa geram. Rasa-rasanya mau melakukan perkara besar untuk membalasnya. Mungkin kita sungguh membenci dan menghapus dirinya dari perbendaharaan memori kita. Yesus hari ini menantang keberimanan kita. "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.  Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Mat 5:44-45). Mengasihi orang yang kita cintai mungkin tidak sulit. Tapi mengasihi orang yang telah menyakiti hati dan membuat hidup kita sangat terpuruk tidaklah gampang. Namun mau tidak mau, sebagai pengikut Kristus, kita harus belajar untuk mengampuni. Mengampuni

Mengampuni

Gambar
Pengampunan melahirkan sukacita. Alangkah indahnya hidup ini bila semua orang yang berselisih paham selalu membuka hati meminta maaf dan saling mengampuni. Pastilah hidup akan lebih damai dan dipenuhi sukacita. Tidak ada keributan yang merenggangkan tali persaudaraan. Tidak ada keributan yang mengikis kedamaian. Yesus dalam kotbah dibukit menegaskan arti menjadi pengikutNya. Sebagai pengikut Kristus, kita diajak untuk selalu menjaga dan menciptakan kedamaian atas dasar kasih. Kita diajak untuk selalu membuka diri, meminta maaf bila bersalah, dan mengampuni bila orang lain bersalah. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Mat 5:39). Memang, perintah Yesus ini tidak gampang untuk dilakukan. Pada umumnya, ketika berhadapan dengan konflik dan perselisihan orang menyimpan dendam. Hati terbakar dengan api amarah untuk membalas dendam.

Hidup Rukun dan Damai

Setiap orang pasti mendambakan hidup damai dan diwarnai dengan sukacita. Apalagi, kita selalu berada bersama dengan sesama yang berbeda! Maka, dibutuhkan keterbukaan dan kerelaan untuk saling menerima. Pasti semua setuju bahwa hidup akan menjadi berarti tatkala dihiasi dengan persaudaraan. Hidup begitu indah ketika ada sapaan, senyuman, mau menerima satu dengan yang lain tanpa membeda-bedakan. Hidup menjadi sangat menyenangkan jika tanpa ada perseteruan, dendam dan amarah yang menghancurkan relasi. Yesus dalam kotbah di bukit memberi nasihat kepada kita untuk hidup rukun dan bersatu hati dengan sesama. Kita diajak untuk saling menghargai kehidupan dan menebarkan cinta kasih. Maka perilaku-perilaku yang dapat menghancurkan persaudaraan harus disingkirkan dari hidup kita. Dia mengatakan, "Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dal

Kesanggupan Kami adalah Pekerjaan Allah

Menjalankan tugas pelayanan yang sarat dengan tantangan bukanlah hal yang mudah. Paulus mengalami hal tersebut. Sepanjang perjalanan pelayanannya, dia menjumpai rupa-rupa tantangan dan rintangan yang sangat berat. Dia menghadapi penderitaan bertubi-tubi. Namun, kenapa Paulus tetap setia dan terus berkobar-kobar menjalankan semuanya itu? Jawaban hanya satu karena dia bersatu dengan Yesus yang telah mentobatkan dirinya. Dia menjalankan bukan pekerjaannya sendiri tetapi pekerjaan Allah. Paulus mengatakan, "Demikianlah besarnya keyakinan kami kepada Allah oleh Kristus.  Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." (2Kor 3:4-5). Paulus menegaskan, kesanggupannya menjalankan karya perutusan yang berat itu bukan karena kehebatan dirinya sendiri. Bukan karena ketangguhannya. Tetapi semuanya karena Allah. "Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah"! Oleh karena i

Gembalakanlah Domba-dombaku

Setiap identitas yang disematkan dalam hidup kita selalu mengandung tugas dan tanggung jawab. Kalau identitas kita sebagai dokter, tugas dan tanggung jawab kita merawat dan mengobati orang-orang sakit. Kalau identitas kita guru, tugas dan tanggung jawab kita mengajar. Kalau identitas kita aparat keamaan, tugas dan tanggung jawab kita memberi rasa aman dan nyaman. Setiap identitas, apapun yang disematkan dalam diri kita, selalu mengandung konsekuensi tugas dan tanggung jawab yang harus kita emban. Sebagai orang Kristiani, sesudah dibaptis, kita diberikan identitas baru sebagai pengikut-pengikut Kristus. Identitas ini tentu mengandung konsekuensi tugas dan tanggung jawab sebagai pengikut Kristus. Tugas dan tanggung jawab itu adalah meneladan Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari. Petrus sebagai murid yang dipilih sebagai batu karang, sesudah menyatakan kecintaannya kepada Yesus, diserahi tugas untuk menjadi gembala.  "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari p

Pergilah dan Beritakanlah, Kerajaan Sorga Sudah Dekat

Kesanggupan untuk mengikuti Yesus berarti juga kerelaan untuk menerima tugas perutusan. Setiap orang yang mengimani dan menyatukan diri dengan Yesus Kristus adalah orang yang dimurnikan dan kemudian diutus ke tengah dunia untuk mewartakan Kerajaan Allah. Yesus menegaskan, "Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat." (Mat 10:7). Tugas perutusan bukanlah hal yang mudah dan tanpa rintangan yang berat. Dalam menjalankan tugas ini, kita pasti akan menghadapi begitu banyak kesulitan. Sehingga, jikalau kita menjalankan semua itu hanya dengan kekuatan diri kita sendiri, mengandalkan kehebatan dan kecerdasan diri sendiri, maka cepat atau lambat kita akan meninggalkan tugas perutusan ini. Kekuatan satu-satunya yang kita miliki mengalir dari Sang Pengutus yaitu Guru sejati kita, Yesus Kristus. Oleh karena itu, kualitas perutusan sangat ditentukan sejauh mana kita bersatu mendengar suara sang Guru. Sebab, dalam perutusan itu kita membawa dan menjalankan misi Tuhan. Kita b

Perawan Maria, Bunda Gereja

"Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia." Itulah sepenggal syair lagu "Kasih Ibu". Memang benar, kebanyakan Ibu mencurahkan seluruh hidupnya untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Mereka rela mengorbankan segala sesuatu demi si buah hati. Mereka terus melambungkan untaian-untaian doanya demi pertumbuhan anak-anak. Mereka rela menderita dan bercucuran air mata demi kebahagiaan nak-anak yang dikasihi. Dalam pengurbananya itu, mereka tidak pernah mengharapkan imbalan dari anak-anak yang diasuhnya. Mereka tidak menuntut agar anak-anaknya nanti akan membalas semua kasih yang telah diberikan secara total. Namun, atas pengurbanannya itu, mereka sungguh bangga dan bahagia tatkala anak-anak bertumbuh dengan sukacita dan berhasil dalam karyanya. Bersama dengan Gereja universal, Paus Fransiskus pada tanggal 3 Maret 2018 yang lalu, telah menetapkan bahwa setiap senin pertama setelah Pentekos

Bersatu Dalam Kristus

Kita pasti sepakat, keberhasilan tim sepakbola meraih juara, pertama dan utama disebabkan karena adanya kesatuan tim. Tanpa adanya persatuan itu, walaupun pemain memiliki skill individu yang sangat hebat, pasti tidak akan berhasil. Demikian pula dalam menjalankan karya-karya yang lain, salah satu kunci keberhasilan adalah kesatuan dan persaudaraan yang solid. Mengapa demikian? Karena kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari relasi dengan sesama. Apapun yang kita kerjakan pasti selalu ada kaitan dengan orang lain. Apalagi, kita berada dalam sebuah komunitas. Maka, mau tidak mau, persatuan dan persaudaraan menjadi penopang keberhasilan dalam karya. Dalam kehidupan menggereja, pekerjaan mewartakan Injil, yang menjadi tugas kita semua, bukanlah pekerjaan yang sederhana. Kalau kita sungguh mau konsisten dengan tugas ini, maka kita harus bertekun. Bukan hanya bertekun, etapi kita harus membangun persaudaraan yang meneguhkan juga. Sebab pekerjaan ini bukanlah pekerjaan perso

Ut Omnes Unum Sint

Dalam komunitas apapun, jika di dalamnya tidak ada persatuan, maka komunitas itu tidak akan pernah berkembang. Demikian pula dalam kehidupan gereja, tanpa ada persatuan, maka gereja itu tidak akan bertumbuh dengan baik.  Persatuan menjadi salah satu kunci dalam membangun persekutuan yang sejati. Yesus menyadari pentingnya arti persatuan dalam persekutuan para muridNya. Komunitas kecil yang dibangunNya ini akan menghadapi badai dan gelombang yang berat. Mereka akan diterjang topan yang memporakporandakan. Anggota-anggotanya pun akan mengalami penindasan yang hebat.   Namun semuanya itu tidak akan menghancurkan persekutuan jika persatuan di dalam Dia tetap teguh. Oleh karena itu, Yesus mendoakan agar kesatuan itu tetap terjaga. "Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita." (Yoh 17:11b). Yesus memohon kepada BapaNya agar persekutuan kita tetap terpelihara. Agar persekutuan

Berjuang Hingga Akhir

Kata kebanyakan orang, "memulai itu lebih mudah dari pada mengakhiri". Apakah benar? Pasti ada yang menjawab, "benar!". Tapi, mungkin ada juga yang menjawab, "tidak benar!". Memang ada orang, ketika memulai sesuatu dengan semangat yang menggebu-gebu. Apalagi, kalau ekpektasi yang dibangunnya seakan sangat menjanjikan. Mereka penuh semangat untuk memulai dan berproses. Namun, seringkali tantangan paling berat adalah bertahan dalam proses dan mencapai garis akhir. Tidak sedikit orang yang telah memulai dengan menggebu-gebu akhirnya mundur di tengah jalan. Tidak sedikit orang yang putus asa. Dalam beriman kepada Yesus, hal itupun sering terjadi. Pada saat awal mengenal Yesus, hati kita begitu semangat. Kita merasakan sukacita dalam perjumpaan denganNya. Kita sungguh terpikat padaNya. Seakan-akan hati kita sudah tidak tertarik pada hal-hal lain kecuali mengikuti Yesus. Namun dalam perjalanan iman, ternyata kita menemukan banyak tantangan dan penderitaan.

Berakar Dalam Iman Kepada Kristus

Bacaan 1 : Kis 19:1-8 Mazmur : Mzm 68:2-3.4-5ac.6-7ab Injil : Yoh 16:29-33 Orang yang sering terombang ambing dalam iman biasanya disebabkan karena belum menemukan kesejatian imannya. Barangkali beriman baru pada tataran kulit dan belum mendarah daging. Mungkin baru pada tahap mentaati aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban liturgis tapi belum sampai pada perjumpaan pribadi dengan Allah yang menggetarkan jiwa. Para murid, pelan-pelan dituntun oleh Yesus untuk semakin memahami kepercayaannya. Mereka diajak untuk semakin masuk lebih dalam dan menemukan kesejatian iman mereka. Melalui perkataan, perjumpaan, dan seluruh perbuatan Yesus, mereka diantar untuk memahami misteri Tuhan. Sehingga diakhir-akhir kebersamaan dengan Gurunya, mereka mampy mengakui, "Sekarang kami tahu, bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu dan tidak perlu orang bertanya kepadaMu. Karena itu kami percaya, bahwa Engkau datang dari Allah." (Yoh 17:30). Kesadaran inilah yang membangkitkan militansi iman.

Hendaknya Menjadi Satu

Hari Minggu Paskah VII Bacaan 1 : Kis 7:55-60 Mazmur : Mzm 97:1.2b.6.7c.9 Bacaan 2 : Why 22:12-14.16-17.20 Injil : Yoh 17:20-26 Yesus telah membentuk komunitas baru di dunia untuk melanjutkan karya-karyaNya. Komunitas para murid yang menjadi tonggak sejarah terbentuknya Gereja bekerja keras mewartakan karya keselamatan. Mereka juga gigih untuk berusaha mempertahankan keutuhannya. Sebab tantangan yang dihadapi sangat berat dan berpotensi memecah keutuhan persekutuan. Dalam bacaan pertama kita bisa menyaksikan bagaimana mereka dianiaya dan dibunuh. Mereka ditolak, diusir, bahkan dibinasakan agar taring pewartaannya hilang. Bahkan ada kelompok2 yang merancang skenario yang sangat masif untuk menjebak dan menghancurkan mereka. Stefanus adalah contoh martir yang dieksekusi secara sadis. Dia yg gigih mewartakan keselamatan Tuhan harus meregang nyawa dengan dilempari batu karena dituduh menghujat Allah. Tentu situasi ini berpotensi memghancurkan keutuhan komunio. Menyadari tantangan