Agar Tidak Menjadi Batu Sandungan
OASIS SABDA 09 Agt 2021
Bacaan I: Ul 10:12-22
Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15.19-20
Bait Pengantar Injil: 2Tes 2:14
Bacaan Injil: Mat 17:22-27
Dalam Injil hari ini, Yesus berhadapan dengan tuntutan untuk membayar pajak Bait Allah. Berawal dari pertanyaan petugas bea di Bait Allah kepada Petrus: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” (Mat 17:24).
Sebenarnya Yesus enggan membayar pajak karena perilaku para pemungut bea yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun pada akhirnya Yesus pun mau membayar pajak.
Satu hal yang menarik untuk kita renungkan dalam Oasis Sabda kali ini adalah alasan mengapa Yesus membayar pajak.
Satu-satunya alasan yang terungkap dengan jelas dalam teks kali ini adalah “supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka”. "Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17:27).
Batu sandungan bisa kita mengerti sebagai penghambat bagi orang lain, bagi sebuah kebijakan tertentu, bagi kesejahteraan bersama. Menjadi batu sandungan berarti menghambat orang lain atau kelompok tertentu.
Yesus tentu tidak menghendaki gara-gara hal sederhana menjadi penghambat perkembangan dan kemajuan bersama. Yesus tetap mendukung kesejahteraan bersama. Walaupun Dia tetap kritis terhadap praktek-praktek yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hidup bersama, ketika sebuah kebijakan sudah ditetapkan bersama, mestinya semua wajib menghargai dan menjalankannya. Tidak ada seorang pun yang boleh seenaknya terhadap kebijakan bersama. Bahkan, orang yang berkuasa pun wajib melaksanakannya. Mereka tidak bisa semena-mena mengubah kebijakan yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umum.
Dalam kehidupan bersama tentu kita tidak bisa memaksakan kehendak pribadi. Seharusnya kepentingan bersama lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadi.
Namun kenyataannya, tidak sedikit orang yang selalu memaksakan kehendak dan kepentingan pribadinya. Bahkan, tidak jarang ini pun terjadi dalam lingkup pastoral!
Oleh karena itu, marilah berusaha agar hidup kita terus mengalirkan berkat bagi banyak orang. Kita tetap terlibat dengan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bersama.
Semoga kita tidak menjadi batu sandungan bagi kehidupan bersama. Kita berproses untuk semakin bijak dalam memandang pelbagai aturan yang mesti ditaati bersama.
Hendaknya kita tidak memaksakan kehendak pribadi di atas kepentingan bersama.
Tuhan memberkati dan Ave Maria!
Bacaan I: Ul 10:12-22
Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15.19-20
Bait Pengantar Injil: 2Tes 2:14
Bacaan Injil: Mat 17:22-27
Dalam Injil hari ini, Yesus berhadapan dengan tuntutan untuk membayar pajak Bait Allah. Berawal dari pertanyaan petugas bea di Bait Allah kepada Petrus: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” (Mat 17:24).
Sebenarnya Yesus enggan membayar pajak karena perilaku para pemungut bea yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun pada akhirnya Yesus pun mau membayar pajak.
Satu hal yang menarik untuk kita renungkan dalam Oasis Sabda kali ini adalah alasan mengapa Yesus membayar pajak.
Satu-satunya alasan yang terungkap dengan jelas dalam teks kali ini adalah “supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka”. "Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17:27).
Batu sandungan bisa kita mengerti sebagai penghambat bagi orang lain, bagi sebuah kebijakan tertentu, bagi kesejahteraan bersama. Menjadi batu sandungan berarti menghambat orang lain atau kelompok tertentu.
Yesus tentu tidak menghendaki gara-gara hal sederhana menjadi penghambat perkembangan dan kemajuan bersama. Yesus tetap mendukung kesejahteraan bersama. Walaupun Dia tetap kritis terhadap praktek-praktek yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hidup bersama, ketika sebuah kebijakan sudah ditetapkan bersama, mestinya semua wajib menghargai dan menjalankannya. Tidak ada seorang pun yang boleh seenaknya terhadap kebijakan bersama. Bahkan, orang yang berkuasa pun wajib melaksanakannya. Mereka tidak bisa semena-mena mengubah kebijakan yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umum.
Dalam kehidupan bersama tentu kita tidak bisa memaksakan kehendak pribadi. Seharusnya kepentingan bersama lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadi.
Namun kenyataannya, tidak sedikit orang yang selalu memaksakan kehendak dan kepentingan pribadinya. Bahkan, tidak jarang ini pun terjadi dalam lingkup pastoral!
Oleh karena itu, marilah berusaha agar hidup kita terus mengalirkan berkat bagi banyak orang. Kita tetap terlibat dengan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bersama.
Semoga kita tidak menjadi batu sandungan bagi kehidupan bersama. Kita berproses untuk semakin bijak dalam memandang pelbagai aturan yang mesti ditaati bersama.
Hendaknya kita tidak memaksakan kehendak pribadi di atas kepentingan bersama.
Tuhan memberkati dan Ave Maria!
Amin🙏
BalasHapusAmin Romo🙏
BalasHapus