Merangkul Mereka Yang Berbeda
OASIS SABDA 15 Jan 2022
Bacaan I: 1Sam 9:1-4.17-19;10:1a
Mazmur Tanggapan: Mzm 21:2-3.4-5.6-7
Bait Pengantar Injil: Luk 4:18-19
Bacaan Injil: Mrk 2:13-17
Kadang, ketika membaca tulisan-tulisan atau melihat video-video yang berbau dan bernada intoleran, hati saya sangat pedih dan prihatin. Kok bisa orang menganggap diri dan golongannya sebagai yang paling benar dan menjustifikasi sesama sebagai salah dan buruk. Apakah hidupnya sungguh sudah suci dan benar dibandingkan dengan orang lain?
Saya sangat yakin, hidup orang yang selalu menganggap orang lain buruk sesungguhnya tidak selalu lebih baik daripada mereka yang dianggap buruk itu. Seburuk-buruknya orang pasti masih ada setitik kebaikan yang mesti dipelihara demi keselamatannya.
Dalam Injil hari ini, Yesus menyapa Lewi, seorang pemungut cukai yang dicap sebagai pendosa. Yesus tidak hanya menyapa dan mengajak untuk mengikuti-Nya tetapi juga makan bersama dengannya dan para pendosa yang lain. Hal ini tentu menimbulkan keresahan di mata orang-orang yang intoleran, yang menganggap dirinya paling suci dan benar. Para Farisi dan ahli Taurat mempersoalkan: “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mrk 2:16).
Namun, disposisi batin Yesus berbeda dengan orang yang selalu mengkafirkan sesamanya itu. Yesus mengatakan: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mrk 2:17).
Benar, misi Yesus adalah misi keselamatan. Dia datang untuk menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Untuk itu Dia tidak menyingkirkan dan menjauhi orang berdosa. Justru, Dia merangkul dengan penuh kasih dan membebaskan mereka serta memberi meterai baru dalam hidupnya.
Marilah menyadari bahwa Tuhan senantiasa menyapa kita sebagai orang berdosa. Kita diangkat dalam pelukan kasih-Nya dan dikaruniai hidup baru. Semoga kita pun berani bersikap seperti Lewi: bertobat dan mengikuti-Nya dengan penuh setia .
Selain itu kita juga belajar untuk tidak menjadi manusia intoleran yang menganggap diri paling suci dan benar. Kita membuka hati bagi siapapun dan menyapa mereka sebagai saudara.
Tuhan memberkati dan Ave Maria!
Bacaan I: 1Sam 9:1-4.17-19;10:1a
Mazmur Tanggapan: Mzm 21:2-3.4-5.6-7
Bait Pengantar Injil: Luk 4:18-19
Bacaan Injil: Mrk 2:13-17
Kadang, ketika membaca tulisan-tulisan atau melihat video-video yang berbau dan bernada intoleran, hati saya sangat pedih dan prihatin. Kok bisa orang menganggap diri dan golongannya sebagai yang paling benar dan menjustifikasi sesama sebagai salah dan buruk. Apakah hidupnya sungguh sudah suci dan benar dibandingkan dengan orang lain?
Saya sangat yakin, hidup orang yang selalu menganggap orang lain buruk sesungguhnya tidak selalu lebih baik daripada mereka yang dianggap buruk itu. Seburuk-buruknya orang pasti masih ada setitik kebaikan yang mesti dipelihara demi keselamatannya.
Dalam Injil hari ini, Yesus menyapa Lewi, seorang pemungut cukai yang dicap sebagai pendosa. Yesus tidak hanya menyapa dan mengajak untuk mengikuti-Nya tetapi juga makan bersama dengannya dan para pendosa yang lain. Hal ini tentu menimbulkan keresahan di mata orang-orang yang intoleran, yang menganggap dirinya paling suci dan benar. Para Farisi dan ahli Taurat mempersoalkan: “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mrk 2:16).
Namun, disposisi batin Yesus berbeda dengan orang yang selalu mengkafirkan sesamanya itu. Yesus mengatakan: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mrk 2:17).
Benar, misi Yesus adalah misi keselamatan. Dia datang untuk menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Untuk itu Dia tidak menyingkirkan dan menjauhi orang berdosa. Justru, Dia merangkul dengan penuh kasih dan membebaskan mereka serta memberi meterai baru dalam hidupnya.
Marilah menyadari bahwa Tuhan senantiasa menyapa kita sebagai orang berdosa. Kita diangkat dalam pelukan kasih-Nya dan dikaruniai hidup baru. Semoga kita pun berani bersikap seperti Lewi: bertobat dan mengikuti-Nya dengan penuh setia .
Selain itu kita juga belajar untuk tidak menjadi manusia intoleran yang menganggap diri paling suci dan benar. Kita membuka hati bagi siapapun dan menyapa mereka sebagai saudara.
Tuhan memberkati dan Ave Maria!
Amin 🙏😇
BalasHapus