Kesalehan Yang Sejati

OASIS SABDA 07 Nov 2021
Minggu Pekan Biasa XXXII
Bacaan I: 1Raj 17:10-16
Mazmur Tanggapan: Mzm 146:7.8.9a.9bc-10
Bacaan II: Ibr 9:24-28
Bait Pengantar Injil: Mat 5:3
Bacaan Injil: Mrk 12:38-44 
Memupuk kesalehan di hadapan Tuhan bukan untuk supaya mendapat penghargaan dari manusia. Kesalehan yang sejati menuntun orang untuk semakin rendah hati. Dia akan semakin merendahkan diri dan menjauhkan diri dari upaya mencari pujian.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengangkat dua figur yang bisa menjadi pelajaran bagi kehidupan beriman kita. Figur pertama adalah figur ahli Taurat. Terhadap figur ini Yesus memperingatkan: “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar" (Mrk 12:38).

Peringatan Yesus itu tepat karena para ahli Taurat sesungguhnya tidak saleh. Kesalehan yang ditampilkan depan publik adalah kesalehan palsu. Cara hidupnya bertolak belakang dengan apa yang diajarkannya. Mereka menggunakan statusnya sebagai guru kitab sebagai tameng untuk meraih keuntungan, popularitas, kehormatan, dan status sosial. Mereka gagal untuk memberi teladan iman bagi para pengikutnya.

Figur kedua adalah janda miskin. Janda ini bukan orang terkenal. Secara ekonomi cukup melarat. Tidak memiliki status sosial tinggi. Namun, dia seorang yang taat pada ajaran iman.

Dalam hal persembahan, dia memberikan seluruh yang dimilikinya sebagai persembahan kepada Tuhan. Yesus melihat figur janda miskin ini bukan soal besarnya persembahan yang diberikan. Pusat perhatian Yesus pada ketulusan dan kerelaan untuk memberikan seluruh yang dimiliki untuk Tuhan. Dan apa yang dilakukan bukan untuk dilihat oleh orang. Tetapi dia persembahkan dengan iman yang mendalam.

Yesus mengatakan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Mrk 12:43-44).

Kedua figur diatas menarik. Sikap kesalehan palsu ahli Taurat juga menjadi gambaran hidup kita. Sadar tidak sadar, terkadang kita cenderung masih berorientasi pada diri sendiri. Kita kadang masih banyak menghabiskan energi untuk mencari kepuasan diri. Dan sikap mencari kepuasan diri ini membuat kita semakin jauh dari sikap iman yang benar.

Sikap janda miskin memberi pelajaran bagi kita mengenai sikap iman yang benar. Kita belajar untuk rendah hati dan mempersembahkan diri secara total kepada Allah. Kita mempersembahkan, bahkan dari kekurangan kita, untuk kemuliaan Allah. Mother Teresa pernah berkata, "pemberian yang benar dan sungguh bermakna adalah memberi pada saat kita tidak bisa memberi". Demikian pula Santo Agustinus pernah menuliskan, "Demikianlah Tuhan berkata: Kamu memberi-Ku sedikit tetapi aku membalasnya kepadamu berlipat ganda".

Semoga iman kita semakin mendalam. Kesalehan kita sungguh kesalehan sejati. Kita semakin rendah hati dan tulus di hadapan Allah. Kita juga berani mengungkapkan iman dengan kerelaan untuk mempersembahkan persembahan secara tulus dan jujur. Sekecil apapun yang kita persembahkan untuk Tuhan dengan tulus memiliki nilai yang besar bagi jiwa kita.

Tuhan memberkati dan Ave Maria!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belaskasih Allah Terhadap Pendosa

Doa Seorang Ibu

Kreatifitas Melayani